
Kepemimpinan yang baik tidak selalu sama
dengan suatu karakteristik yang dipunyai oleh orang-orang yang memiliki
kedudukan tertentu. Dalam praktik, karakteristik kepemimpinan bisa dimiliki
siapapun, dengan atau tanpa kedudukan. Karakteristik ini penting perananya
dalam kehidupan berorganisasi. Kehidupan beroganisasi yang dimaksud bukan hanya
untuk organisasi seperti partai dan organisasi-organisasi politik, agama dan
organisasi non-profit lainnya, tetapi juga karier yang dipupuk dan dikembangkan
kearah penyeliaan dan manajerial selalu diikuti dengan pengembangan
karakteristik kepemimpinan. Hal ini diperlukan pula dalam pengembangan karier
lateral, dengan peningkatan tanggungjawab. Kepemimpinan merupakan karakteristik
dan kemahiran yang sangat berharga bari siapa pun dan hamper di manapun dia
berada, bahkan dikeluarga sekalipun.
Kepemimpinan akan memimpin sebuah tim dan
diharapkan untuk mampu bekerja dalam tim, bahkan juga membentuk tim untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan dan untuk mencapai hasil yang maksimal bagi
organisasi/perusahaan. Dalam hal kepemimpinan seseorang akan menentukan untuk
tercapainya kualitas peningkatan mutu dalam sebuah organisasi seperti
organisasi kependidikan,
Untuk memncapai kepemimpinan yang berkualitas dan pencapaian mutu yang lebih baik sangat perlu memahami karakteristik sebuah tim dan bagaimana manfaat kerja sebuah tim, serta perlu di perhatikan bagaimana proses komunikasi yang baik dalam sebuah tim, yang kemudian juga mencari kunci keberhasilan sebuah
A. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu konsep abstrak,
tetapi hasilnya nyata. Kadangkala kepemimpinan mengarah pada seni, tetapi
seringkali pula berkaitan dengan ilmu. Pada kenyataanya, kepemimpinan merupakan
seni sekaligus ilmu.
Ada banyak definisi mengenai kepemimpinan,
tergantung pada perspektif yang digunakan. Kepemimpinan dapat didefinisikan
berdasarkan penerapannya pada bidang militer, olehraga. Bisnis, pendidikan,
industry, dan bidang-bidang lainnya.
Robbins (1991) mendefinisikan kepemimpinan
sebagai kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai
tujuan dan sasaran yang ditetapkan.
Schriesheim, et al. (dalam Kreitner dan
Kinicki, 1992, p. 516) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses pengaruh
sosial dimana pemimpin mengupayakan partisipasi sukarela para bawahannya dalam
usaha mencapai tujuan organisasi.
Gibson et al. (1991, p. 369) memberikan
definisi kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi motivasi atau kompetensi
individu-individu lainnya dalam suatu kelompok.
Ketiga definisi tersebut hanyalah sebagian
dari definisi-definisi yang ada. Sedangkan dalam kaitannya dengan TQM, definisi
yang diberikan oleh Goetsch dan Davis (1994, p. 192) adalah bahwa kepemimpinan
merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan
memiliki tanggungjawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan
organisasi.
Definisi-definisi di atas pada hakikatnya
mengandung kesamaan, di mana konsep dasarnya berkaitan dengan penerapannya
dalam TQM, yaitu membangkitkan motivasi atau semangat orang lain, yaitu dengan
jalan memberikan inspirasi atau mengilhami. Konsep ini mengandung pengertian
bahwa motivasi tersebut telah ada dalam diri setiap karyawan dan motivasi yang
ada tersebut bukanlah sekedar tanggapan temporer terhadap rangsangan eksternal.
Kepemimpinan sendiri tidak hanya berada pada posisi puncak struktur organisasi
perusahaan, tetapi juga meliputi setiap level yang ada dalam organisasi.
Istilah manajer dan pemimpin tidaklah perlu
dicampuradukkan, karena kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari
manajemen. Manajer melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, pelaksanaan, komunikasi, dan pengawasan. Termasuk di dalam fungsi-fungsi
itu adalah perlunya memimpin dan megarahkan: Zaleznik dalam Robbins (1991)
menyatakan bahwa tidak semua pemimpin adalah manajer. Seorang manajer yang
diberi hak-hak tertentu (formal) dalam suatu organisasi belum tentu dapat
menjadci seorang pemimpin yang efektif. Akan tetapi kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain yang didapatkan dari luar struktur formal adalah sama
atau bahkan lebih penting daripada pengaruh formal. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa seorang pemimpin dapat muncul secara informal dari suatu
kelompok dan dapat pula ditunjuk secara formal.
-
Karakteristik Pemimpin yang baik
Secara umum seorang pemimpin yang baik harus
memiliki beberapa karakteristik berikut:
· Tanggung jawab
yang seimbang
Keseimbangan di sini adalah antara
tanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap
orang yang harus melaksanakan pekerjaan tersebut.
· Model peranan
yang positif
Peranan adalah tanggungjawab, perilaku, atau
prestasi yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu.
Oleh karena itu seorang pemimpin yang baik harus dapat dijadikan panutan dan
contoh bawahannya. Mereka melakukan apa yang diharapkan dari karyawannya,
misalnya ia mengharapkan karyawannya untuk tepat waktu, maka pemimpin tersebut
harus bersikap tepat waktu dalam memenuhi janji atau melaksanakan tugasnya.
· Memiliki
keterampilan komunikasi yang baik
Pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan
ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengancara yang tepat.
· Memiliki
pengaruh positif
Pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap
karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif.
Pengaruh adalah seni menggunakan kekuasaan untuk menggerakkan atau mengubah pandangan
orang lain kearah suatu tujuan atau sudut pandang tertentu.
· Mempunyai
kemampuan untuk meyakinkan orang lain
Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang
dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan
orang lain akan sudut pandangnya serta mengarahkan mereka apda tanggung jawab
total terhadap sudut pandang tersebut.
- Peranan
Pemimpin yang baik
Disamping memiliki karakteristik sebagaimana
telah dijelaskan di atas, seorang pemimpin yang baik harus dapat memainkan
peranan penting dalam melakukan tigal hal berikut, yaitu (Bennis dan Nanus,
1985, pp. 184-186):
1. Mengatasi penolakan
terhadap perubahan
Orang-orang yang memiliki posisi manajmen
seringkali berusaha mengatasi hal ini dengan menggunakan kekuasaan (power) dan
kendali. Akan tetapi pemimpin mengatasi penolakan dengan menciptakan komitmen
total secara sukarela terhdap tujuan dan nilai-nilai bersama.
2. Menjadi perantara bagi
kebutuhan kelompok-kelompok di dalam dan di luar organisasi
Bila terjadi konflik kepentingan antara
perusahaan dengan salah satu pemasoknya, maka pemimpin harus dapat menemukan
cara mengatasinya tanpa merugikan salah satu pihak.
3. Membentuk kerangka
etis yang menjadi dasar operasi setiap karyawan dan perusahaan secara keseluruhan.
Kerangka etis ini dapat
diwujudkan dengan cara:
· Memberikan
contoh perilaku etis
· Memilih
orang-orang yang berperilaku etis sebagai anggota tim
·
Mengkomunikasikan tujuan organisasi
· Memperkuat
perilaku yang sesuai di dalam dan di luar organisasi
· Menyampaikan
posisi-posisi etis,secara internal dan eksternal.
·
Kepemimpinan bukanlah fungsi dari kharisma.
Oleh karena itu seseorang tidak biasa hanya mengandalkan charisma yang ia
miliki semata dalam usaha memimpin suatu kelompok tertentu. Bila seorang
pemimpin mencoba menggunakan citra dan kharismanya semata untuk memimpin suatu
organisasi, maka ia bukanlah pemimpin, tetapi misleader (Drucker, 1992, p.
122), yaitu:
· Pemimpin
menentukan dan mengungkapkan misi organisasi secara jelas
· Pemimpin
menetapkan tujuan, prioritas, dan standar
· Pemimpin lebih
memandang kepemimpinan sebagai tanggungjawab daripada suatu hak istimewa dari
suatu kedudukan.
· Pemimpin
bekerja dengan orang-orang yang berpengetahuan dan tangguh, serta dapat
memberikan kontribusi kepada organisasi.
· Pemimpin
memperoleh kepercayaan, respek, dan integritas.
- Gaya
Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang
digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Umumnya dikenal lima
macam gaya kepemimpinan, yaitu otokratis, demokratis, partisipatif, orientasi
pada tujuan, dan situasional.
1. Kepemimpinan Otokratis
Kepemimpinan otokratis disbut juga
kepemimpinan dictator atau direktif. Orang yang menganut pendekatan ini
mengambil keputusan tanpa berkonsultasi dengan para karyawan yang harus
melaksanakannya atau karyawan yang dipengaruhi keputusan tersebut. Mereka
menentukan apa yang harus dilakukan orang lain dan mengharapkan mereka
mematuhinya. Kritik yang muncul adalah bahwa pendekatan ini tidak akan efektif
dalam jangka panjang. Kepemimpinan otokratis tidak sesuai dengan lingkungan
TQM.
2. Kepemimpinan
Demokratis
Gaya kepemimpinan ini dikenal pula dengan
istilah kepemimpinan konsultatif atau konsensus. Orang yang menganut pendekatan
ini melibatkan para karyawan yang harus melaksanakan keputusan dalam proses
pembuatannya. Sebenarnya yang membuat keputusan akhir adalah pemimpin, tetapi
hanya setelah menerima masukan dan rekomendasi dari anggota tim. Kritik
terhadap pendekatan ini menyatakan bahwa keputusan yang paling popular/disukai
tidak selalu merupakan keputusan terbaik, dan bahwa kepemimpinan demokratis,
sesuai dengan sifatnya, cenderung menghasilkan keputusan yang disukai daripada
keputusan yang tepat. Gaya ini juga dapat mengarah pada kompromi yang ada pada
akhirnya memberikan hasil yang tidak diharapkan.
3. Kepemimpinan
Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif juga dikenal dengan
isntilah kepemimpinan terbuka, bebas, atau nondirective. Orang yang menganut
pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan
keputusan. Ia hanya menyajikan informasi mengenai suatu permasalahan dan
memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk mengembangkan strategi dan
pemecahannya. Tugas pemimpin adalah mengarahkan tim kepada tercapainya
konsensus. Asumsi yang mendasari gaya kepemimpinan ini adalah bahwa para
karyawan akan lebih siap menerima tanggung jawab terhadap solusi, tujuan, dan
strategi di mana mereka diberdayakan untuk mengembangkannya. Kritik terhadap
pendektan ini menyatakan bahwa pembentukan konsensus banyak membuang waktu dan
hanya berjalan bila semua orang yang terlibat memiliki komitmen terhadap
kepentingan utama organisasi.
4. Kepemimpinan
Berorientasi pada Tujuan
Gaya kepemimpinan ini juga disebut kepemimpinan berdasarkan hasil atau berdasarkan sasaran. Orang yang menganut pendekatan ini meminta anggota tim untuk memusatkan perhatiannya hanya pada tujuan yang ada. Hanya strategi yang dapat menghasilkan kontribusi nyata dan dapat diukur dalam mencapai tujuan organisasilah yang dibahas. Pengaruh kepribadian dan faktor lainnya yang tidak berhubungan dengan tujuan organisasi tertentu diminimumkan. Kritik terhadap pendekatan ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan ini memiliki focus yang terlampau sempit, dan seringkali berfokus pada perhatian yang keliru.
5. Kepemimpinan
Situasional
Gaya kepemimpinan ini dikenal pula sebagai
kepemimpinan tak tetap (fluid) atau kontingensi. Asumsi yang digunakan dalam
gaya ini adalah bahwa tidak ada satu pun gaya kepemimpinan yang tepat bagi
setiap manajer dalam segala kondisi. Oleh karena itu gaya kepemimpinan
situsional akan menerapkan suatu gaya tertentu berdasarkan pertimbangan atas
faktor-faktor seperti pemimpin, pengikut, dan situasi (dalam arti struktur
tugas, peta kekuasaan, dan dinamika kemlompok). Pakar manajemen Mary Parker
Follett menyatakan bahwa ketiga faktor tersebut merupakan variable-variabel
kritis yang saling berhubungan dan berinteraksi. Pernyataannya ini dikenal
dengan istilah hukum situasi (law of the situation).
Dengan demikian berdasarkan pertimabangkan
terhadap faktor-faktor tersebut, seorang manajer memutuskan apakah akan
menggunakan pendekatan otokratis, demokratis, partisipatif, atau berorientasi
pada tujuan. Pada situasi yang berbeda, manajer yang sama dapat menerapkan gaya
kepemimpinan yang berlainan. Pendukung TQM menolak kepemimpinan yang berlainan.
Pendukung TQM menolak kepemimpinan situasional, karena pendekatan ini lebih
mempertimbangkan aspek-aspek jangka pendek.
- Gaya
Kepemimpinan dalam Konteks TQM
Gaya kepemimpinan yang tepat dalam konteks
TQM adalah kepemimpinan partisipatif yang lebih tinggi level/tingaktannya.
Kepemimpinan partisipatif dalam pandangan tradisional meliputi usaha mencari
masukan dari karyawan, sedangkan dalam pandangan TQM meliputi upaya mencari
masukan dari karyawan yang diberdayakan, mempertimbangkan masukan tersebut, dan
bertindak berdasarkan masukan itu. Jadi, perbedaan utamanya adalah pada
pemberdayaan karyawan.
Agar gaya kepemimpinan partisipatif model TQM
dapat diterapkan dengan baik, manajer harus didukung oleh para bawahannya, di
mana mereka respek terhadapnya dan bersedia mengikutinya. Ada beberapa
karakteristik yang harus dimiliki seorang manajer agar bawahannya dapat setia
kepadanya. Karakteristik tersebut di antaranya meliputi:
· Rasa tanggung
jawab yang besar
· Disiplin
pribadi
· Bersifat jujur
· Memiliki
kredibilitas tinggi
· Menggunakan
akal sehat (common sense), sehingga dapat menentukan kapan harus bersikap
fleksibel dan kapan harus bersikap fleksibel dan kapan harus bersikap tegas
· Memiliki energi
dan stamina tinggi
· Memegang teguh
komitmen terhadap tujuan organisasi,s etiap orang yang bekerja dengannya, dan
terhadap pengembangan pribadi dan profesionalnya secara berkesinambungan
· Setia dan tabah
dalam menghadapi segala situasi, termasuk situasi yang paling sulit.
Dalam rangka membentuk keanakbuahan
(followership), ada enam paradigma dalam interaksi manusia yang harus
diperhatikan. Melalui pemahaman ini maka dapat dipilih suatu pendekatan yang
paling tepat dalam menjalin hubungan antar individu dalam suatu organisasi atau
perusahaan. Keenam paradigm, menurut Covey )1994, pp. 204-232), meliputi:
1. Menang/Menang adalah
kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama di
dalam setiap interaksi manusia. Pendekatan ini berarti bahwa kesepakatan atau
solusi memberikan keuntungan dan kepuasan yang timbal balik.
2. Menang/Kalah adalah
pendekatan otoriter yang berpendapat bahwa “Saya mendapatkan apa yang saya
inginkan; Anda tidak mendapatkan apa yang Anda inginkan”. Orang yang
menang/kalah cenderung menggunakan jabatan, kekuasaan, mandate, atau
kepribadian untuk memperoleh apa yang mereka inginkan.
3. Kalah/Menang adalah
kerangka pikiran dan hati yang selalu menjadi pecundang, biasanya cepat
menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka tidak mempunyai
tuntutan, harapan, dan visi. Umumnya mereka mudah diintimidasi oleh kekuatan
ego orang lain, karena kurang memiliki keberanian untuk emngekspresikan
perasaan dan keyakinannya sendiri.
4. Kalah/Kalah adalah
pendekatan yang terjadi bila kedua pihak yang berinteraksi bersifat keras
kepala, egois, dan ingin membalas dendam, yang hasilnya adalah keduanya
rugi/kalah, apa pun keputusan yang dihasilkan.
5. Menang adalah
suatu pendekatan yang menyatakan bahwa ‘Saya tidak menginginkan orang lain
kalah, tetapi yang pasti saya ingi menang’. Sikap yang dipegang adalah ‘Saya
mengurus diri saya sendiri dan kamu urus dirimu sendiri’.
6. Menang/Menang atau
Tidak Ada Transaksi adalah pendekatan yang tidak menghasilkan solusi
sinergistik (solusi yang disepakati oleh kedua belah pihak). Ini berarti tidak
ada harapan dan kontrak kerja yang ditetapkan, karena masing-masing pihak
setuju untuk tidak melakukan kesepakatan.
Dari keenam paradigm tersebut yang paling tepat untuk membentuk dan mempertahankan pengikut (anak buah) adalah pendekatan menang/menang, karena dalam pendekatan ini kedua pihak bekerja sama untuk menemukan solusi yang terbaik. Paradigma ini sesuai pula dengan gaya kepemimpinan partisipatif model TQM.
B. Kepemimpinan untuk pencapaian kualitas
Dalam perspektif TQM, kepemimpinan didasarkan
pada filosofi bahwa perbaikan metode dan proses kerja secara berkesinambungan
akan dapat memperbaiki kualitas, biaya, produktivitas, ROI, dan pada gilirannya
juga meningkatkan daya saing. Filosofi ini dikemukakan pertama kali oleh Deming
yang menyatakan bahwa setiap perbaikan metode dan proses kerja akan memberikan
rangkaian hasil sebagai berikut:
· Perbaikan
kualitas
· Penurunan biaya
· Peningkatan
produktivitas
· Penurunan harga
· Peningkatan
pangsa pasar
· Kelangsungan
hidup yang lebih lama dalam industry/bisnis
· Lapangan kerja
yang lebih luas
· Peningkatan ROI
Untuk dapat mencapai filosofi tersebut
dibutuhkan kepemimpinan yang berorientasi pada peningkatan kualitas secara
berkesinambungan. Kepemimpinan seperti itu memiliki beberapa karakteristik
berikut (Ross, 1994, p. 34):
1. Visible, committed,
dan knowledgeable
Kepemimpinan yang baik mengembangkan fokus
pada aspek kualitas, melibatkan setiap orang dalam pendidikan dan
pelatihan. Selain itu juga mengembangkan hubungan rutin dengan para karyawan,
pelanggan, dan pemasok.
2. Semangat misionaris
Pemimpin yang baik berusaha mempromosikan
aspek kualitas di luar organisasi, baik melalui pemasok, distributor, maupun
pelanggan.
3. Target yang agresif
Kepemimpinan yang baik mengarah pada
perbaikan yang bersifat incremental, tidak sekedar memperbaiki proses tetapi
juga mengupayakan proses-proses yang berbeda.
4. Strong driver
Tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas
perbaikan ditetapkan dengan jelas dalam ukuran kepuasan pelanggan dan kualitas.
5. Komunikasi nilai-nilai
Kepemimpinan yang baik melakukan perubahan
budaya kea rah budaya kualitas secara efektif. Hal ini dilakukan dengan
menyusun suatu sistem komunikasi yang jelas dan konsisten melalui kebijakan
tertulis, misi, oedoman, dan pernyataan lainnya mengenai nilai-nilai kualitas.
6. Organisasi
Struktur organisasi yang dimiliki adalah
struktur datar (flat structure) yang memungkinkan adanya wewenang yang lebih
besar bagi level-level yang lebih rendah. Setiap karyawan diberdayakan dan
melibatkan dalam tim-tim perbaikan interdepartemental.
7. Kontak dengan
pelanggan
Para pelanggan memiliki akses untuk
menghubungi CEO dan para manajer senior perusahaan.
Pada dasarnya karakteristik di atas
mengandung prinsip-prinsip yang sama dengan prinsip-prinsip TQM (Scholtes dalam
Goetsch dan Davis, 1994, pp. 197-199), yaitu meliputi:
1. Fokus pada Pelanggan
Kepemimpinan demi kualitas membutuhkan focus
pada pelanggan. Hal ini berarti tujuan utama organisasi adalah untuk memenuhi
atau melampaui harapan pelanggan melalui suatu cara yang memberikan nilai abadi
(lasting value) kepada para pelanggan, baik pelanggan internal maupun
eksternal.
2. Obsesi tehadap
Kualitas
Obsesi terhadap kualitas mengandung makna
bahwa setiap karyawan secara agresif berusaha mencapai kualitas dalam rangka
melampaui harapan pelanggan internal dan eksternal.
3. Pemahaman Mengenai
Struktur Pekerjaan
Proses pekerjaan perlu dianalisis untuk
menentukan susunan struktural yang tepat (organisasi, urutan pekerjaan, alat
yang digunakan, dan lain-lain). Bila struktur optimum telah tercapai maka
proses pekerjaan harus dianalisis, dievaluasi, dan dipelajari terus menerus
dalam rangka menyempurnakannya.
4. Kebebasan yang
Terkendali
Pengendalian dalam pengertian TQM adalah
pengendalian manusia terhadap metode dan proses kerja. Pemimpin harus menjamin
bahwa manajer dan karyawan mengendalikan proses dan metode kerja dengan jalan
bersama-sama membakukannya. Tujuannya adalah untuk mengurangi variasi output
dengan jalan mengurangi variasi proses kerja.
5. Kesatuan Tujuan
Seorang pemimpin bertanggungjawab dalam
menentukan dan menyampaikan misi organisasi secara jelas dan seksama agar semua
karyawan memahami, meyakini dan bertanggung jawab terhadap misi tersebut.
Dengan adanya kesatuan tujuan, maka semua karyawan bekerja sama untuk mencapai
tujuan yang sama.
6. Melacak Kesalahan
Dalam Sistem
Diperlukan perubahan dalam focus atau
penekanan, dari penilaian kesalahan karena adanya masalah menjadi penilaian
sistem dalam rangka menemukan dan mengatasi masalah yang berhubungan dengan
sistem.
7. Kerja Sama Tim
Prinsip ini didasarkan pada keyakinan bahwa
kerja sama tim akan dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik daripada
bekerja secara individual.
8. Pendidikan dan
Pelatihan yang Berkelanjutan
Dalam era teknologi tinggi, mesin yang paling
penting dalam lingkungan kerja adalah pikiran manusia. Oleh karena itu belajar
terus-menerus merupakan unsure yang fundamental dalam TQM.
Sementara itu Joseph M. Juran menyatakan
bahwa kepemimpinan yang mengarah pada kualitas meliputi tiga fungsi manajerial,
yaitu perencanaan, pengendalian, dan perbaikan kualitas secara
berkesinambungan.
1. Perencanaan Kualitas
Fungsi ini meliputi langkah-langkah:
identifikasi pelanggan, identifikasi kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk
berdasarkan kebutuhan pelanggan, mengembangkan metode dan proses kerja yang
dapat menghasilkan produk yang memnuhi atau melampaui harapan pelanggan, dan
mengubah hasil perencanaan ke dalam tindakan.
2. Pengendalian Kualitas
Fungsi ini mencakup langkah-langkah: evaluasi
kinerja aktual, membandingkan kinerja actual, membandingkan kinerja actual
dengan tujuan, dan melakukan tindakan perbaikan untuk emgatasi perbedaan
kinerja yang ada.
3. Perbaikan Kualitas
Fungsi ini terdiri atas langkah-langkah:
membentuk infrastruktur untuk perbaikan kualitas secara berkesinambungan,
identifikasi proses atau metode yang membutuhkan perbaikan, membentuk tim yang
bertanggungjawab atas proyek perbaikan tertentu, dan menyediakan sumber daya serta
pelatihan yang dibutuhkan tim perbaikan tersebut agar dapat mendiagnosis
masalah dan mengidentifikasi penyebabnya, menemukan pemecahannya, dan melakukan
perbaikan terhadap masalah tersebut.
Dalam pasar global yang kompetitif dan selalu
berubah-ubah dengan cepat, setiap perusahaan menghadapi tantangan untuk
menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Untuk melakukan penyesuaian diri
tersebut seringkali dibutuhkan adanya perubahan. Dalam kaitannya dengan cara
menangani perubahan, manajer dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Driver, yaitu manajer
yang memimpin dengan pedoman dan arah baru sebagai tanggapan terhadap
perubahan. Driver bersifat proaktif dan memainkan peranan sebagai fasilitator
dalam membantu karyawan dan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan
secara berkesinambungan.
2. Rider, yaitu manajer
yang hanya bereaksi bila telah terjadi perubahan.
3. Spoiler, yaitu manajer
yang secara aktif menolak perubahan.
C. Karakteristik dan manfaat
kerja sama tim
Kerja sama tim merupakan salah satu unsure
fundamental dalam TQM. Tim merupakan sekolompok orang yang memiliki tuan
bersama. Faktor-faktor yang mendasari perlunya dibentuk tim-tim tertentu dalam
suatu perusahaan adalah:
· Pemikiran dari
2 orang atau lebih cenderung lebih baik daripada pemikiran satu orang saja.
· Konsep sinergi
[1+1>2], yaitu bahwa hasil keseluruhan (tim) jauh lebih baik daripada jumlah
bagiannya (anggota individual).
· Anggota tim
dapat saling mengenal dan saling percaya, sehingga mereka dapat saling
membantu.
· Kerja sama tim
dapat menyebabkan komunikasi terbina dengan baik.
Tidak semua kumpulan orang dapat dikatakan
tim. Untuk dapat dianggap sebagai tim maka sekumpulan orang tertentu harus
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Ada kesepakatan
terhadap misi tim
Agar suatu kelompok dapat menjadi tim dan
supaya tim tersebut dapat bekerja dengan efektif, semua anggotanya harus
memahami dan menyepakati misinya.
2. Semua anggota mentaati
peraturan tim yang berlaku.
Suatu tim harus mempunyai peraturan yang
berlaku, sehingga dapat membentuk kerangka usaha pencapaian misi. Suatu
kelompok atau grup dapat menjadi tim manakala ada kesepakatan terhadap misi dan
ketaatan terhadap peraturan yang berlaku.
3. Ada pembagian tanggung
jawab dan wewenang yang adil.
Keberadaan tim tidak meniadakan struktur dan
wewenang. Tim dapat berjalan dengan baik apabila tanggung jawab dan wewenang
dibagi dans etiap anggota diperlakukan secara adil.
4. Orang beradaptasi
terhadap perubahan.
Dalam TQM, perubahan bukan saja tak
terelakkan tetapi juga diperlukan sekali. Sayangnya, orang umumnya menolak
perubahan.